Hari pertama pelajaran Bahasa Indonesia. Sosok guru
yang berjalan cenderung bungkuk itu meletakkan buku di atas meja. Tatapan
matanya yang tajam seolah telah memberi jawaban jika beliau adalah sosok guru
yang jahat.
"Selamat datang di SMA 157. Nama saya Bapak
Aslim. Semoga kalian betah dengan saya," kata beliau. Betah? Maksudnya apa
ya?
"Kalian jangan pernah berharap bisa naik kelas
tanpa ada tantangan dari saya" lanjutnya.
Ini hari pertamaku bertemu beliau. Baru saja. Tapi kenapa
beliau sudah berbicara tentang kenaikan kelas?
"Kalian jangan pernah berani meninggalkan satu
tugas pun dari saya. Karena itu akan mengancam diri kalian sendiri. Banyak
kakak kelasmu yang tidak naik kelas dan tidak betah bersekolah di sini hanya
karena tugas Bahasa Indonesia"
'Oh Gosh!' seruku dalam hati yang paling dalam. Aku
takut dan sangat takut.
Aku melihat kanan, kiri, hingga sudut kelas. Semua
mata tertuju oleh beliau. Wajah mereka ketakutan seolah ada todongan pisau di
depan mata yang siap mengancam kapanpun. Sesekalinya aku tertawa kecil melihat
ketegangan kelas. Tapi ini bukan waktunya untuk bercanda. Syalalalala... Detik
demi detik mengisi keheningan selama pelajaran berlangsung. Tak ada satu pun
teman-temanku yang berani mengeluarkan suara.
"Dan sekarang buka LKS halaman 3. itu PR buat
kalian.Jangan lupa mengerjakan!!" tiba-tiba beliau memotong suara detik
jam dinding. Oh not okay hari pertama di kasih tugas gagasan pokok. Argh!
Setelah satu jam berada dalam keheningan yang
mencekam. Akhirnya jam pelajaran Bahasa Indonesia selasai. Hempasan nafas
panjang seketika membuat kelasku riuh yang diikuti dengan bisik-bisik mengenai
beliau. Aku tak peduli. Lebih baik aku berpikir bagaimana caranya agar aku
tidak lupa dengan tugas pertama Bahasa Indonesia.
***
Hari kedua pelajaran Bahasa Indonesia. Yes!! Aku tidak
lupa mengerjakannya. Dengan memasang wajah berseri-seri aku duduk manis sembari
membaca buku motivasi yang baunya masih segar.
"Selamat pagi... Apa kabar, semuanya?"
beliau duduk dan menebar senyum kepada kami.
"Baik, Pak"
"Tugas kalian sudah dikerjakan?"
"Sudah, pak" Jawab kami serempak
"Ok. Saya percaya dengan kalian"
'Alhamdulillah.. Tugas pertama lancar. yes!!'
bahagia.. bahagia.. aku lolos tugas pertama.
"Sekarang memasuki tugas kedua. Sudah pada siap?
Silakan yang mau maju ke depan untuk menyampaikan teks MC. Kalau ga ada yang
mau, nanti akan saya tunjuk"
What? Tugas? Tugas apalagi? Bukannya tugas kemarin
hanya satu?Aku cengo. Di pikiranku hanya ada pertanyaan "apa".
"Tugas apalagi, Sil?" aku bertanya kepada
Sisil, teman sebangku.
"Ga tau. Kayaknya kemarin cuma satu tugasnya,
Vit" Kelasku semakin ramai tak terkendali.
"Tugas apa?"
"Tugas apa?"
"Tugas apa?" Hanya pertanyaan itu yang
memenuhi kelas.
"Jangan ramai! Kalau tidak ada yang mau. Akan
saya tunjuk sekarang juga"
"Hah??" jawab kami serempak. Aku panik.
Takut jika namaku yang akan dipanggil.
"Vita Andin" Pak Aslim memanggilku. Ah
nggak.. nggak.. ini pasti hanya mimpi buruk. Oh no!! Namaku dipanggil. Aku
harus ngapain? Aku tidak membawa teks MC. Aku celingak-celinguk mencari siapa
diantara temanku yang membawa teks MC. Ayolah... Siapapun yang membawa teks MC
tolong lempar ke aku, please..
"Nih.." Hap!! Lina melempar lipatan kertas.
Syukur lah... Aku berjalan menuju mimbar kecil yang ada di kelasku.
"Teks MC dengan tema acara perpisahan akan
disampaikan oleh Vita. Silakan Vita... " Ehm...
"Assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh" Aku membuka lipatan kertas dari Lina. Dan.. Oh my god! Hei!
Ini bukan teks MC tapi teks pidato! Aku terdiam. Aku bingung harus nengeluarkan
kalimat apa. Bibirku kelu. Aku sama sekali tidak mempunyai pengalaman menjadi
MC. Apalagi aku harus menyampaikannya secara spontan.
Tuhan.. Tolong aku sekarang juga.
"Kenapa kamu diam?" tanya beliau kepadaku
"Sa.. saya bingung bacanya, Pak. Ini teks pidato,
bukan teks MC, pak"
"Lho kok bisa salah? itu kan punyamu
sendiri"
"Ng.. nggak"
"emang teks MC yang kamu bawa punya siapa?"
"Lina, Pak" aku menunduk penuh khikmat.
Takut jika mimbar ini roboh karena kuatnya getaran kakiku ini.
"Yang namanya Lina mana?"
"Saya, pak" Lina tunjuk atap
"Itu teks MC punya kamu?"
"Bukan, pak"
"Punya siapa, Lin?"
"Saya dapat teks itu di laci, pak. Jadi saya ga
tau kalau itu teks pidato. Tanpa pikir panjang saya langsung lempar teksnya ke
Vita, pak" Lina menunduk penuh ketidakberdayaan. Aku yakin sebagian
temanku tertawa dan disimpan dalam hati rapat-rapat.
"Haha.. Kelas yang aneh. Ya sudah.. Vita
duduk" beliau tertawa sinis. "Mencontek itu tidak baik.. Apalagi asal
mencomot lampiran yang ada di laci seperti Lina tadi. Kelas pemalas! Ini
peringatan untuk kalian"
Aku kembali ke tempat duduk. Aku malu. Ingin rasanya
aku menangis dan menumpahkan seluruh air mataku ini. Tapi tidak! Aku kuat! Aku
tidak mau terlihat lemah. Aku akan buktikan ke Pak Aslim jika kelasku ini tidak
seperti kesan pertama beliau menginjakkan kaki di kelas X-A. Ah.. Aku tidak
tahu salah siapa. Yang pasti aku berani jujur hari pertama Pak Aslim tidak
memberi tugas teks MC. Tapi mengapa tak ada satupun temanku yang berani berkata
selayaknya kepada beliau? Jika aku yang mengelak secara individu, pasti beliau
tidak akan percaya. Argh!
0 Komentar