MATA
Aku berjalan kesana
kemari. Suasana riuh dan bising di depan ruangan guru menjadi agenda siang ini.
Yap! Hari terakhir Ujian Kenaikan Kelas (UKK). Dan semua peserta sibuk mencari
hasil nilai selama satu minggu UKK.
“Takut
nih .. Kalau ada yang remidial,”
“Tenang aja, Jen,”
“Gimana mau tenang,
Ren. Kamu tahu kan kalau nilai Matematika dan Sejarahku nggak pernah beres?”
“ Ya sama. Aku juga.”
Selagi aku
berbincang-bincang dengan Reni, ada sepasang mata yang sedari tadi menikmati
dialogku dengan Reni. Ya, dia cowok. Cowok yang selama ini terkenal karena
senyumnya yang manis, matanya yang seolah berbicara, rambut cepak, dan cuek.
Dia tipe cowok yang bukan hobi tebar pesona. Tidak sedikit teman-temanku yang
menyukainya hanya dengan sekali papasan. Aku akui dia keren. Aku juga sempat
mengaguminya. Tapi untuk kali ini tidak. Aku menghiraukan pandangannya yang
membuatku enggan untuk meninggalkan tempat dimana aku berdiri sekarang.
***
Huft.. hari yang sangat
melelahkan. Sudah cukup muak dengan kebisingan yang terjadi hari ini. Tapi... Kenapa
bibir ini tidak bisa berhenti tersenyum semenjak matanya mengikuti langkahku
tadi? Oh tidak!!! Aku tidak mau tertipu oleh mata “lagi”. Asal kalian tahu.
Sudah dua kali aku terjebak oleh dua cowok yang sama-sama mempunyai sepasang
mata yang indah. Dan aku hanya bisa menjadi pengagum rahasia oleh dua pasang
pemilik mata itu. AHH.. Sudahlah.. aku tidak mau membahas dua cowok itu lagi.
Aku meletakkan semua
keperluan sekolah ke tempat semula. Membereskan segala hal yang tadi sempat aku
kurung di tas. Menghempaskan nafas panjang dan melempar tubuhku di atas tempat
tidur. Seperti biasa. Aku sesegera mungkin meraih ponsel dan mengupdate status
di social media yang khas dengan 140 karakter.
Memang tak ada
yang salah dengan mata. Tapi terkadang mata membuatku jatuh di tempat yang
salah. Aku tak mau tertipu olehnya lagi.
Tweet terkirim..
Stop!! Hey.. kenapa
harus tentang cowok lagi? Apa aku mulai menyukainya? Ah nggak! Aku nggak mau
galau hanya karena cowok nggak penting seperti dia. Oh tuhan... rasanya sudah
lama aku tidak merasakan jatuh cinta. Bahkan aku sudah lupa rasanya sakit hati.
Ehm...
***
Malam yang indah
ditemani majalah dan buku-buku motivasi yang baru saja aku borong di toko buku.
Dan tiba-tiba ponselku berdering yang memotong seperempat halaman yang baru
saja aku baca.
Dari
: 086731xxxxxx
Tapi untuk kali
ini mata itu tidak akan menipumu
Hah? Siapa pengirim sms
itu? Apa mungkin dia? Dia yang tadi pagi mengikuti langkah kakiku? Ah.. Nggak
mungkin. Mana ada cowok sekeren dia mengenaliku? Aku yang selama ini dikenal
jutek, jelek, dekil, dan nggak pintar juga nggak bodoh. Semua itu berbanding
terbalik dengan kepopuleran dia di sekolah. Argh! Kenapa harus ada pemilik mata
itu?
***
Pagi hari yang
menyenangkan. Rasanya tidak sabar untuk melihat teman-temanku kembali berkumpul
setelah satu minggu berpisah. Aku segera mandi, sarapan pagi, dan berpamitan
dengan Ayah dan Ibu untuk berangkat ke sekolah. Di sepanjang perjalanan aku
hanya memikirkan siapa sosok orang misterius yang sempat mampir di ponselku
tadi malam.
Sesampainya di sekolah,
nampaknya ada yang berbeda dengan kelasku. Sebagian sibuk dengan tugas-tugas
remidial mereka. Syukurlah.. tidak ada satu pun nilaiku yang jelek. Kelasku
tertutup rapat dengan suara lagu dangdut bervolume keras kesukaan teman-teman.
Ouch!! Menyebalkan!
Tok..
tok.. tok...
Suara ketukan pintu
memotong aktivitas di kelas. Aku membukanya. Ada empat cowok yang datang
menghampiriku. Dan salah satunya adalah ... Dia.
“Oh gosh!” aku terkejut
dalam hati.
Hampir semua cewek yang
berada di kelasku tersenyum lebar melihat sosok tamu yang berdiri di depan pintu.
Aku segera kembali ke tempat duduk dengan wajah sebal dan menahan senyum karena
tersipu oleh pandangan matanya. Betapa indahnya ciptaan tuhan ini. Ah nggak!
Aku harus profesional. Aku nggak boleh norak hanya karena cowok itu. No. No.
No.
“Kenapa harus dia sih,
Ren!”
“Lho.. Emang kamu kenal
sama dia, Jen?”
“Ng.. Nggak kok. Sebel
aja ngeliat dia. Sok kecakepan!”
Aku bukan GR. Tapi
matanya benar-benar tertuju kepadaku. Jangan sampai Yona tahu dia melirik aku.
Aku tahu. Yona begitu terobsesi dengan pemilik mata itu.
“Hello? Kamu ngeliat
apa sih, Jen?”
“Nggak apa-apa kok”
“Kamu suka sama dia,
ya?”
“Demi apapun NGGAK!”
kataku diiringi dengan bentakan kecil.
Tidak mungkin jika aku
tiba-tiba menceritakan semua tentang dia ke Reni. Yang ada dia malah menuduhku
yang aneh-aneh. Tapi ingin sekali hal ini aku ceritakan kepada Reni. Aku penasaran
siapa sosok pengirim sms misterius tadi malam. Mungkin saja Reni tahu siapa
pemilik nomor hp itu. Hufftt..
Kring..
Kring.. Kriiiiing...
Suara Hpku berdering
semakin keras.
Dari
: 086731xxxxxx
Tuhan
menciptakan mata bukan hanya untuk melihat. Tetapi juga untuk menebak
kebohongan dan perasaan.
Aku melihat matanya.
Memastikan jika dia adalah pengirim sms itu. Tapi dia tidak membawa gadget
apapun di tangannya. Aku semakin bingung. Mata itu semakin memperhatikan
gerak-gerikku. Aku melihat kanan dan kiri, depan dan belakang. Sama sekali
tidak ada orang yang melihatku. Hanya matanya.
Brak!!
Aku menggebrak meja dan
keluar begitu saja dari kelas. Aku benci hal-hal misterius.
“Masa iya dia yang mengirim
sms. Lagian buat apa coba,” gerutu dalam hati. Aku duduk sendirian di teras
menunggu dia keluar dari kelasku. Hal yang membosankan!
Tidak lama aku duduk di
teras kelas. empat cowok itu keluar dari kelasku. Dia. Ternyata Dia berbeda
diantara teman-temannya. Oh Gosh... Dia melihatku lagi. Matanya yang indah itu
seolah-olah terisi oleh bulatan mutiara. Oh Tuhan... Tolong bangunkan aku dari
mimpi indahku ini. Aku tidak mau terjebak oleh mata lagi, Tuhan...
“Hei!! Bangun, Jenny!!
Jangan mau diperbudak tipuan matanya!” aku menyadarkan diriku sendiri yang
terpesona melihatnya. Lagian apa dia tidak bosan melihat wajahku yang jelek
ini?
***
4
minggu kemudian...
Sudah hampir 4 minggu
aku tidak melihat matanya lagi setelah libur panjang kenaikan kelas. Bahkan
tidak ada lagi sms misterius itu. Aku tidak mau membohongi diriku sendiri. Aku
rindu dengan matanya.
Hari ini adalah hari
pertama masuk sekolah dengan identitas baru. Ya. Sekarang aku kelas 11. Bahagia
bercampur takut. Aku melangkah kecil menuju ke kelas XI Bahasa 1, kelas baruku.
Jantung tak henti-hentinya berdegup kencang. Kakiku ngilu seakan kaki ini tidak
sanggup melangkah. Entah mengapa. Rasa takut ini tiba-tiba hilang ketika aku
melihat mata itu berada di kelas XI Bahasa 1.
“Apa? Jadi sekarang dia
satu kelas denganku?” betapa senangnya hatiku sekarang.
Aku rasa aku telah
berubah pikiran. Matanya yang dulu begitu menyebalkan sekarang membuatku
nyaman.
Aku kembali melangkah.
Mencari tempat duduk yang pas untuk tinggi badanku yang tinggi ini agar tidak
mengganggu teman yang berada di belakangku. Aku duduk di bangku urutan nomor dua
bagian tengah kanan. Sedangkan dia duduk di urutan nomor tiga bagian tengah
kiri. Jarak yang tidak begitu jauh.
Seperti biasa. Aku
hanya duduk dan membaca buku motivasi yang sempat aku masukkan ke dalam tas sebelum
berangkat sekolah. Kelasku yang gaduh tidak mempengaruhiku untuk melanjutkan
membaca. Terlihat semua anak cewek sibuk dengan gosip yang tidak ada habisnya
untuk mereka bicarakan. Sedangkan anak cowok sibuk dengan permainan aneh
mereka. Tentu saja. Kecuali Dia. Dia lebih memilih untuk membaca buku
dibandingkan bergabung dengan teman-temannya yang aneh itu. Aku melihat
matanya. Nampaknya dia juga melihatku. Aku tak henti-hentinya senyum. Aku yakin
siapapun cewek yang berada di posisiku, pasti dia akan melting.
‘Saatnya
istirahat pertama’ suara itu merubah kelasku yang semula
ramai menjadi hening. Dan.. di kelas hanya ada aku dan Dia. Oh Tuhan... Kalau
saja seandainya di depan kelas ada tempat duduk, aku akan pergi dari kelas ini
dan tidak membiarkan jantungku memberontak.
“Hai...”
Aku terkejut oleh suara
itu. Aku melihat ada seorang cowok yang tiba-tiba berdiri di samping kananku.
Deg!! DIA!
“Hai juga, Dan” ups..
aku keceplosan.
“Lho kamu udah tahu
namaku?”
“Emm.. i.. iya...”
“Jadi, selama ini kamu
juga merhatiin aku, ya?” Ahh.. matanya menatap mataku. Mata yang tetap sama
seperti pertama kali dia menatap langkahku. Apa yang harus aku lakukan? Seumur
hidupku aku tidak pernah berbapasan dan mengobrol dengan cowok sedekat ini.
“Ng.. Nggak.. Nggak,
kok”
“Udah.. Jujur aja kali,
Jen. Mata seseorang itu nggak pernah bohong” Nah!! Ternyata selama ini dugaanku
benar. Dia pengirim sms itu!
“Oh.. Jadi kamu yang pernah
sms aku? Yang sok misterius itu?”
“Okay. Sorry. Ga ada maksud buat mengganggu kamu. Aku pengin mastiin
seberapa kuat kamu nggak bohong dengan perasaan kamu”
“Perasaan? Maksud kamu
apa, sih?”
Tiba-tiba Dani pergi
untuk mengambil selembar kertas yang sudah ia persiapkan dari rumah. Dani
memberiku kertas itu. Lalu dia duduk sambil menungguku membaca isi tulisannya .
Mata. Bukan mata
jika ia berbohong. Bukan mata jika ia tidak jujur. Lewat mata apapun yang besar
akan menjadi kecil. Lewat mata semua orang tahu apa yang ada di hatimu
sekarang. Termasuk di saat kamu senang dan sedih. Dan ketika kamu
menyembunyikan sekecil apapun masalah, semuanya akan terlihat jelas di matamu.
“Terus apa hubungannya
sama aku?” aku menutup lipatan kertas itu dan melanjutkan obrolan dengan Dani.
“Intinya... Di setiap
aku melihatmu. Mataku ini selalu ingin berbicara kepadamu” Tiba-tiba Dani pergi
begitu saja.
“Dani! Aku masih nggak
ngerti maksud kamu apa!” teriakku sambil menutup kertas dari Dani. Kaki ini
meberontak ingin berlari mengejar Dani. Tapi aku rasa itu adalah hal paling
norak seumur hidupku. Aku hanya bisa menahan semua pertanyaan yang ingin aku
tanyakan kepada Dani tentang penjelasan dia beberapa detik lalu.
Kira-kira adakah
diantara kalian yang bisa menjelaskan maksud Dani kepadaku?
Ulya,
Mei 2013
1 Komentar
Lha lha.. Ini komennya ganyambung banget mas:3
BalasHapus