Elang - Cerpen (Belajar dari Elang)


Hiii... mau ngasih sedikit cerpen yang ga jelas & aneh ini. Cerpen ini aku buat untuk aku kirim ke majalah kaWanku, tapi belum berhasil dimuat. Mungkin gara-gara ceritanya kurang ngena atau penyampaian deskripsinya kurang rapi. Hehe.  InsyaAllah postingan kali ini ada manfaatnya.. langsung aja yuk mariii


ELANG

“Mama... Aku takut,” teriak anak kecil saat melihatku.

Perkenalkan, namaku Elang. Aku adalah burung yang mempunyai bulu yang kasar dan lebat. Kuku, paruh dan tatapan mata yang tajam. Hal inilah yang membuat manusia takut mendekatiku. Ya. Karena aku juga tidak ingin mendekati mereka.
Waktu aku masih kecil, aku lahir dengan fisik yang jelek. Tak ada bulu di tubuhku. Menjijikkan. Hanya ada kulit yang melindungiku. Tapi Ayahku selalu mendekapku, sedangkan Ibu harus pergi mencari makan dan terbang jauh.
Semakin hari tubuhku mulai ditumbuhi bulu-bulu lembut. Sayapku mulai memperlihatkan kepakan kecil.
“Ayah.. Ibu... Kapan aku bisa mulai terbang?”
“Sekarang pun kamu sudah mulai bisa terbang,”
“Tapi apa aku bisa melakukannya?”
“Tentu saja! Rentangkan dan kepakkan sayapmu kuat-kuat!”
Lalu aku mulai mengepakkan sayapku. Sebisa mungkin aku akan terbang seperti Ayah dan Ibu ketika menyebrangi lautan, bahkan pulau. Aku mengeluarkan seluruh kekuatan.
“Ayah! Ibu! Aku sudah bisa terbang!” teriakku.
Tetapi tiba-tiba aku merasa panik saat melihat pohon kecil berukuran 0,5 meter di depanku. Ayah dan Ibu dengan cepat mengejarku dan mengangkatku dari atas.
“Terima kasih! Ayah dan Ibu telah menyelamatkanku,”
“Sama-sama. Aku akan terus melindungimu!”
“Tapi aku tak mau melakukannya lagi! Itu sangat menakutkan! Hampir saja aku mati,”
Tubuhku gemetar. Lalu ayah dan Ibuku membawaku ke sarang untuk menenangkan diriku yang masih lemas.
***
Dari kejauhan aku melihat Ayah dan Ibuku menyeberangi lautan. Ingin rasanya aku bisa terbang bebas seperti mereka. Aku mencoba kembali mengepakkan sayapku. Tapi aku masih merasa trauma.
“Coba saja, Nak!” kata Ayah yang tiba-tiba sudah berada di belakangku.
“Tapi aku takut terjatuh lagi, Ayah!. Aku takut!”
“Kami tahu. Tapi kami tak pernah memaksamu untuk terbang,”
“Lalu apa yang harus aku lakukan?”
“Untuk berani, kamu harus menghilangkan rasa takutmu!”
“Bagaimana caranya?”
“Percaya pada kami! Mulailah dari sekarang, karena langkah kecilmu akan menjadi awal perubahan hidupmu. Semua berawal dari langkah pertama, anakku!” kata Ayah.
Lalu aku terbang. Mulai menyeberangi lautan dan merasakan kebebasan. Menghirup udara alam.
Itulah sepenggal kisah masa kecilku. Tapi perjuangan hidupku tidak hanya sampai di sini. Sekarang aku berumur 40 tahun. Dimana bulu-bulu di tubuhku mulai tebal dan sangat lebat. Diumurku yang ke 40 tahun ini, ada keputusan yang harus aku pilih. Antara hidup dan mati.
Cakarku menua, paruhku memanjang dan membengkok hampir menyentuh dada, dan tubuhku yang diselimuti bulu lebat. Semua itu membuatku merasa sulit untuk terbang. Di sinilah aku harus merubah hidupku agar aku bisa bertahan hidup.
Proses transformasiku berlangsung selama 150 hari. Aku harus menyeberangi sungai yang diapit oleh dua gunung yang sangat tinggi.
Aku memulai perjalananku dengan melawan kesulitan-kesulitan yang ada pada tubuhkku. Melawan rasa malas dan rasa lelah.
Di perjalanan panjangku, aku tak pernah mengeluh. Inilah keputusanku yang memilih untuk tetap hidup menikmati alam dan kebebasan.
“Aku harus bisa melawan semua kesulitanku! Aku harus bisa memperjuangkan hidupku!” semangatku.
***
Sekarang aku berada di puncak gunung. Aku membuat sarang di tepi jurang yang curam dan menetap di sini. Tempat ini sepi. Tak ada suara teman-teman hewan lainnya.
Di tempat inilah aku mematuk-matukkan paruhku pada batu karang hingga paruh panjangku terlepas.
“Paruhku sudah mulai memanjang. Aku harus mematukkan paruhku di batu karang ini. Agar paruhku ini tidak menyakiti dadaku ketika aku terbang!” gumamku.
Setelah paruhku hilang, kini aku harus menunggunya hingga paruhku tumbuh kembali agar aku bisa gunakan untuk mencabut satu persatu cakar tuaku.
***
 Proses kedua. Aku harus mencabut cakar tuaku yang membuatku kesulitan saat harus mencengkeram mangsa.
“Paruhku sudah tumbuh. Ini saatnya untuk mengganti cakar tua menjadi cakar baru agar aku bisa menangkap mangsa untuk kebutuha makanku!”
Dan seperti biasa. Aku harus menunggu hingga cakarku tumbuh.
***
Dan hari ini aku harus mencabut satu persatu bulu-buluku yang lebat ini agar aku bisa terbang dengan ringan.
“Ah sakit! Tapi aku harus bertahan! Aku harus bisa melakukannya!”
Dengan rasa sakit aku terus mencabuti bulu-bulu yang ada di tubuhku. Ada bagian tubuhku yang berdarah, tapi aku tak peduli. Semua ini demi aku bisa bertahan hidup.
***
Setelah melalui proses yang panjang dan menyakitkan itu, aku kembali menuju tempat di mana teman-temanku berkumpul. Di sinilah alasan aku bisa bertahan hidup. Berkumpul dengan Ayah, Ibu, dan teman-temanku. Aku merasa bahwa inilah kehidupan. Kini aku merasa lahir kembali dengan paruh, cakar, dan bulu-buluku yang baru.

Posting Komentar

0 Komentar